Dari Merbabu-Merapi (4-6 April)

Puncak Kenteng Songo, Merbabu

Gunung Merbabu dan Merapi memang indah. Walaupun seringkali kabut datang menyelimuti kami dan menghalangi pandangan, keindahannya tidaklah berkurang, bahkan memberi sedikit tantangan. Pemandangan selama pendakian bagaikan slide-slide berisi lukisan-lukisan indah dengan kabut-hujan sebagai jedanya. Jurang-jurang dalam, air terjun, awan-awan putih berkilau, lembah-lembah sejuk-hijau, tebing-tebing curam, citra kota terlihat dari langit, pucuk-pucuk cemara, hamparan sabana, hingga batu-batu kusam muntahan kawah, silih berganti dengan kabut dan hujan deras sebagai selingannya. Benar kata Refly, pendakian kali ini bukan puncaknya yang menjadi tujuan akhir, tapi perjalanannya. Ya, keindahan alam, juga tentang canda tawa, selama perjalanan ini.

Hujan di Merapi

Pundak saya sedikit perih karena sudah lama tidak naik gunung dan memanggul carrier. Sepatu yang saya pakai robek sana-sini. Badan ini rasanya pegal-pegal; di paha, betis, pinggang, bahu, dan telapak kaki. Tapi tentu saja semuanya tidak sebanding dengan keindahan sepanjang perjalanan. Seperti mata air pegunungan yang menghilangkan haus, begitu rasanya. Belum lagi dengan melihat semangat kawan-kawan yang lain; selayak embun pagi yang menyejukkan hati.

Contohnya, Dian Bonasari Simamora atau biasa dipanggil Bob Bon. Cewek Batak ini sebelum mendaki Merbabu-Merapi tidak pernah sekalipun mendaki gunung. Maklum saja, pada kesempatan pertama, kawan yang satu ini—yang mengaku dulunya selalu sakit perut kalau makan nasi uduk—waktu pendakian Ciremai dua bulan lalu tidak bisa ikut karena ibunya datang berkunjung, langsung dari Medan. Lagi pula, dia lebih tertarik mengayuh perahu karet, dibandingkan bawa carrier berat ke atas gunung. Tapi, sekali-sekalinya naik gunung, langsung mendaki dua gunung dalam tiga hari, pun sampai ke puncaknya yang masing-masing setinggi 3142 mdpl dan 2911 mdpl. Dengan ukuran carrier 65 liter yang tidak sebanding dengan posturya yang mini, saya semakin percaya bahwa semangat adalah faktor yang sangat penting untuk mewujudkan keinginan, harapan dan cita-cita.

Saya pikir, naik gunung mengajarkan kita untuk menggapai mimpi dan harapan. Bahwa, untuk mendaki dan mencapai puncaknya dibutuhkan kesiapan metal, kesehatan fisik, logistik, dan semangat. Kesemuanya mutlak dibutuhkan; tidak hanya fisik dan logsitik saja, namun butuh pula mental dan semangat. Kita tidak ingin seperti zombie, yang loyo, berjalan linglung, dan kehilangan ekspektasi masa depan, walaupun punya kesempatan.

Juga tidak hanya mental dan semangat, namun butuh fisik dan logistik juga. Keadaan gunung tiada bisa ditebak dan dipastikan—panas, dingin, hujan, dan badai bisa datang silih berganti—dibutuhkan fisik dan logistik yang layak; seumpama kehidupan yang penuh dengan ketidakpastian dan dibutuhkan kesanggupan diri. Kita tidak ingin menjadi orang beromong besar, semangat tinggi, namun tiada modal dan aksi.

Seringkali ketika mendaki, saya sadar bahwa untuk menuju puncak, jalan menanjak dan berat mau tidak mau harus dihadapi. Kalau jalannya enak, tidak membuat capai, datar atau bahkan menurun, bahwa sadarlah bahwa kita tidak sedikitpun mendekati ketinggian puncak. Hanya ada dua kemungkinan bila jalannya santai, nyaman, dan tidak membuat napas terengah-engah: keadaan stagnan atau menurun.

Peuncak Garuda, Merapi. Kuat benar ini batu...

Keterangan Foto:

1. Puncak Kenteng Songo, Merbabu. Disebut Kenteng Songo karena di puncak itu terdapat batu berbentuk lesung (kenteng) berjumlah 5 buah. Lho, bukannya harusnya sembilan (songo)? Konon, hanya orang-orang “terpilih” yang bisa melihat kesembilan batu itu. Dari ki-ka: Refly, Dian, Reman, Semut, Ikbal, Bon Bon, Uka, dan saya.

2. Hujan di lereng Merapi

3. Puncak Garuda, Merapi. Ini adalah puncak tertinggi yang bisa diraih manusia di Merapi. Sebenarnya ada puncak lebih tinggi di seberang kawah. Hanya saja, tidak ada jalan untuk meraihnya.

15 Responses to “Dari Merbabu-Merapi (4-6 April)”

  1. Ade Says:

    tokcer bro…
    gw suka perjalanan2 hidup yang lo ceritain di blog ini.. !
    keep fighting !
    jabat erat ~..~

  2. nestina Says:

    never ending adventure, bro..

  3. shavaat Says:

    @ ade: Jabat erat! Salam lestari…
    @ nez: ya..ya..hidup ini adalah petualangan. Nez, kapan ke Citatah Satu Dua Lima?

  4. nestina Says:

    naa itu yg mw Nez tanyain, bro..
    minggu kemaren pada ke citatah 125 subuh2 knp 810 ma 821 yg di posko gag ikut hayo??
    bilang aja kapan waktunya asal weekend Nez usahain cabut ke jakarta dah..
    da lama ga manjat ne

    btw, lupa bilang, foto2nya yg di merapi-merbabu ok bgt

  5. shavaat Says:

    Soalnya waktu itu lagi sibuk2nya nyusun LPJ. Ga enak hati kita tinggalin Mas Yoyon, kewajiban belum selesai begini…
    Huy Nez, dinding panjat kita (sebagian) pakai fiber sekarang…Kabar gembira…

    Foto di merbabu-merapi masih banyak. Pas ngambil fotonya sedikit susah tapi. Moment2nya terlalu singkat. Soalnya, matahari hanya sebentar2 saja muncul. Banyakan hujan kabut.

  6. Heidy Says:

    Susah jg ya mncari no km?! nyerah deh:( aq malah di tuduh yg ndak2 ma anak2.

  7. darisjati Says:

    Lul. photo2 Merapi-Merbabu upload smua dunk di sini.
    Sbage pengobat kecewa aja kmemaren ga bs ikut

    shavaat: Pak Dosko, tuh di komputer posko udah di sana semua Merbabu-Merapi kemarin. Mungkin beberapa foto diuplod lagi di sini (takut berat bukanya ini blog). Tunggu ya Pak 🙂

  8. iyok736 Says:

    Puncak lebih tinggi sebelah kawah?? Maksudnya “Kepundan 2006”??
    Dinamai itu karena terbentuk waktu Merapi “batuk-batuk” dulu…
    Kata mbah Maridjan sih, “Merapi iku lagi mbangun.” (Merapi lagi ada pembangunan dan perbaikan-red)
    Dan itulah yang terjadi, Kepundan 2006 yang “dibangun” oleh sang Merapi.

    Agak nyombong dikit, dulu pas banget sebelum gempa Jogja, jadi tim pemantau Merapi, tugasnya…nggambar perubahan alur lahar ma logistik, hyaiks…

    Ga boleh tidur klo pas dapet shift malem!!! Dan habislah kopi bergelas-gelas…

    Klo ada lelehan lahar, rasanya…DAG…DIG…DUG…soale takut ma “wedhus gembel”-nya, huehehehe…

    Pas banget habis turun, karena Ari 695 maen ke rumah, sabtu pagi, jam 6 lewat dikit, rumah bergoyang-goyang. GEMPA!!! Smua lari kluar…setengah jam kemudian ada isu TSUNAMI….halah…
    Langsung abang-abangku bergerak kesana-kemari buat koordinasi ma rekan-rekannya, diriku dapet tugas paling mulia. Menjaga dan menemani tamu dan keluarga. Dan pengarahannya pun super singkat, “Kalau ada air dateng dari selatan, langsung smua dibawa ke lantai stadion paling atas!!!”

    Hyaaa…situasi saat itu mengerikan sangadh, Jhe!!

    Klo mo tau, di jalan raya, korban pada berjatuhan bukan karena gempa, karena panik dan saling tabrakan gak terkendali, bahkan ada beberapa orang yang (tanpa alas kaki) lari ngacir (beneran lari) ke utara tanpa liat arah dan setelah sadar ternyata sudah hampir mendekati Magelang!! Trauma dari Aceh ternyata ke mana-mana imbasnya.

    2 Minggu ga ngantor, bantuin di selatan. Balik kantor…kena damprat si boss, hwaaa….
    Padahal sudah ijin…

    Eh…kok jd gw yang cerita yah?? Hayuuk Jhe, crita-crita lageh…hehehehe


    shavaat:mungkin yang itu, Mas. Soalnya pas kita datang, merapi hujan kabut terus. Jadi ga kelihatan jelas di sekitar puncak itu.
    Wah, pasti seru benar jadi relawan Jogja kemarin. Bingung juga; dari selatan ada isu air bah, dari utara malah gunung meletus. Gak kebayang paniknya orang2 sana

  9. ak_gh@ Says:

    Halo b0s.mantab loh adventurex..br kmrn dger crt dr b0n2 sm uka pas naek gede eh g sgja lg bc2 bl0g trxta tulisanx ank stapala y?btw bth pngarahan jg ne bt naek merapi merbabu..dger crt uka q jd pgen,hux2.sungguh menggiurkan..trz trekx susah mna mrp sm mrbabu?kl sm gde via ptri?takut g kuat.kmrn aj xmpe tiyer2(b0s0 ind0nesiane opo y0?)..oy,mksh bt sntot dgn ka0s j0gja kbggaanx,uka bt ksbrnx,semuT(tendane anget yo),bntal n ptkai,dpkr2 kalian mrip loh(opone?),n chekong kl gd km q gbs ikt PU lo

    SALAM LESTARI!

    shavaat: Peserta PU kemarin? Kapan mau naik merapi merbabu?
    Kalau dibandingkan sama Gede via Gunung Putri, Merbabu lewat Magelang lebih enak. Kalau lewat jalur Sela, berat juga, tapi sebandinglah.
    Kalau Merapi, jalurnya ga berat2 amat. Cukup sehari buat naik-turun. Bagus pemadangannya, apalagi pas menuju puncak dari pos Pasar Bubrah. Treknya berpasir dan berbatu-batu.
    Naik dua2nya butuh waktu tiga hari.
    Selamat naik gunung lagi…Salam Lestari…
    *entar, InsyaAllah, ta’ sampaiin salam buat Sentot, Uka, Semut, Bantal, Patkai, dann Chekong*

  10. c_menk Says:

    keren gw suka cerita low………..
    ya sesama pendaki memang tujuan pendakian bukan cuma puncak tapi canda tawa melepas penak bersama teman2 dari rutilitas kita sehari2 di rumah,keep fighting……..
    “PENDAKIAN SAMPE MATI”

  11. rempakem Says:

    Tanggal 15 Februari 2010 saya akan kesana.


Leave a reply to nestina Cancel reply