Vespa

Saat itu beberapa bulan yang lalu, saat saya berencana memiliki sebuah vespa bermesin 2 langkah. Dari mencari di situs jual beli online dan menyesuaikan dengan anggaran, sampailah saya harus menelpon seorang penjual di Bandung. Mudah-mudahan, bila jadi, saya bisa mengambilnya sekalian menghadiri pernikahan teman di Palembang dulu, yang menikah di kota kembang itu.

Saya       : Kang, benar yang jual Corsa?

Penjual : Iya, Kang, benar.

Saya       : Eng, masih ada Corsa-nya?

Penjual  : Ah, maaf, Kang. Sudah kejual. Tapi memang belum saya hapus iklannya.

Saya       : Wah, belum rejeki saya berarti. Iya dah, Kang. Nuhun…

Penjual : Iya, Kang, nuhun. Maaf sudah dilepas duluan…

Saya       : Eh iya, dilepas ke mana?

Penjual : Diambil sama orang Jakarta.

Saya seperti mendengar suara dan logat tokoh di FTV, yang berlatar kawasan kebun teh, atau di suatu tempat di dataran Priangan, atau bila settingnya di kota Bandung. 😀

Corsa yang kami maksud adalah salah satu model Piaggio Vespa bermesin 2 langkah dan transmisi otomatis. Vespa ini diedarkan di Indonesia, sekitar tahun 1991 sampai dengan 2006. Tidak banyak yang tahu, bahwa Vespa adalah pelopor sepeda motor matic, bertahun-tahun sebelum skuter keluaran Korea dan Jepang datang dengan mesin tanpa gigi manual itu.

Mencari motor lama, termasuk Vespa lama, kata orang itu, seperti jodoh-jodohan. Pernyataan ini sebenarnya bisa didebatkan, karena saya pikir, ini bisa saja hanya agar hobby sepeda motor lama terdengar sebagai hal yang hebat dan ekslusif. Agar terkesan: tidak semua orang bisa, tergantung bertemu atau tidak dengan jodoh tadi.

Tapi, bisa jadi memang benar adanya. Vespa bisa saja dianggap sebagai perempuan, karena desainnya yang cantik, selama apapun tahun pembuatannya (dan sudah lazim, bila pemilik Vespa menamakan skuternya dengan nama perempuan). Mendapatkannya juga susah-susah gampang. Zaman dulu juga lebih sulit lagi, karena harus dibeli tunai, tidak ada kredit untuk Vespa. Zaman sekarang, peminatnya banyak. Kalau tidak punya budget cukup, jangan harap bisa mendapatkan vespa yang masih (atau sudah) rapi penampilan, mesin, dan kelistrikannya, serta lengkap dan legal surat-suratnya.

Dan lagi, mencari Vespa juga harus siap-siap merelakannya lepas ke tangan orang lain. Mau bagaimana lagi, belum tentu Vespa tersebut bisa kita rawat dengan baik. Mungkin, dan mudah-mudahan, orang yang mendapatkannya lebih bisa merawatnya dengan penuh kasih sayang. Tapi kejadian tak beruntung itu tidak akan membuat kita menjadi iri hati berlebih-lebihan. Vespa tetaplah vespa, dengan kecantikannya dan segala keunggulan yang ada padanya: desain yang aman bagi pengendara dan mesin yang bandel, serta dengan kekurangannya yang harus diterima semua penggemar Vespa.

***

Suatu Sabtu siang, saya tiba di Bandung, dengan menumpang travel dari Jakarta dan dilanjutkan dengan taksi, yang saya dapatkan di sekitar jalan yang saya lupa namanya. Saya jadi datang untuk menghadiri pernikahan teman di kota itu, dan hal lainnya yang tidak terkait dengan acara pernikahan itu: memastikan suatu hal tetap baik-baik saja, semakin bahagia, dan segalanya berjalan sesuai dengan rencananya.

Di tengah Bandung yang macet karena akhir pekan, supirnya bercerita beberapa hal: tentang Bandung yang sudah terlalu ramai, mobil Jakarta yang banyak datang sejak tol dibuka (karena zaman dulu, pelesiran ke Bandung itu asyik. Orang-orang naik kereta api ke Bandung, tidak bawa kendaraan, dan di Bandung akan naik angkutan umum atau jalan kaki), kawasan Pecinan di Bandung, dan kebanggaan warga Bandung karena mempunyai seseorang yang bernama Ridwan Kamil.

Saya menimpali percakapannya dengan beberapa pertanyaan dan pendapat tidak penting, sekedar mengalirkan pembicaraan, oleh sebab penat yang masih ikut karena menyetir bersama kawan dari Sumbawa ke Lombok sehari sebelumnya. Misalnya, pertanyaan: apa di Bandung ada preman? (Pertanyaan yang aneh, memangnya ini Palembang? Hehe)

***

Rencana mengambil Vespa tentu saja tidak jadi. Tapi saya bertemu teman-teman dari Palembang, dan bertemu Huda alias Bantal! Mungkin ini namanya jodoh, padahal kami tidak janjian. Saya berterima kasih padanya karena menemani seharian dan memberi jempol ke saya secara sembunyi-sembunyi, meski dengan isyarat saya bilang padanya: Vespanya sudah diambil orang…

 

Pagi hari di Grogol, 17 Desember 2015

“Saya semakin kurus sekarang, apalagi sejak Kiki ke Sambas. Yah, biasa, bujang tidak ada yang urus. Hehe”.

2 Responses to “Vespa”

  1. ghea Says:

    Nah ini, kak. 😀


Leave a comment