geri dan nesting ke palembang

Oke. Jangan bayangkan ada seekor siput yang naik priuk berbentuk kotak mengarungi sungai atau samudera. Geri di sini bukan Gary, kucing peliharaannya Spongebob. Nesting di sini juga bukan wadah masak dari alumunium itu. Tapi, Geri adalah Selly. Dan Nesting adalah Ernest.

Juli kemarin mereka datang ke Palembang. Rencananya, ingin hadir di acara pernikahan Mas Rahmat dengan seorang gadis Palembang nian. Mas Rahmat adalah senior kami di Stapala. Sekarang dia jadi teman sekampusnya Ernest di ITS.

Mereka datang tanpa bilang-bilang ke Mas Rahmat. Mungkin maksudnya biar Mas Rahmat-nya kaget. Semacam surprise begitu. Kan seru, bila kamu menikah di tempat yang jauh, tapi teman baikmu datang, tanpa kasih tahu sebelumnya.

Tapi, tidak sesuai rencana. Yang mau dikasih kejutan siapa, yang terkejut siapa.

Saat saya dan Hudha berniat memesan kamar di Penginapan Demang Lebar Daun untuk mereka, malah di sana ada Mas Rahmat. Keluarganya yang datang dari Jogja ternyata menginap di sana. Jadi saja, rencana Geri dan Nesting untuk datang membawa kejutan pupus sudah.

Kami tidak bilang-bilang tentang Mas Rahmat saat kami menjemput mereka berdua di bandara. Jadi bayangkan yang terjadi. Malah mereka berdua yang takjub. Ah, banyak sekali kebetulan hari itu. Kebetulan pula kamarnya tidak perlu dibayar lagi karena sepertinya sudah dibayar calon mempelai pria. Itu kabar baiknya bagi mereka berdua. Hehe.

Malam itu, kami langsung cari makan. Kata Geri, dia mesti mencicipi makanan-makanan khas Palembang. Dia memang demikian. Senang dan banyak makan. Tapi tidak tinggi-tinggi. Hehe.

Jadi kami makan Martabak Har di depan Masjid Agung. Makan sambil berbincang-bincang. Baru saya sadar, ternyata sudah lama tidak bertemu mereka. Sama Nesting mungkin sejak saya lulus dari Jurang Mangu. Itu kira-kira dua-tiga tahun yang lalu. Kalau sama Geri, kira-kira satu tahun yang lalu. Saat kami sama-sama menyaksikan keajaiban dunia di Jambi: saat Bang Adit menikah. Tidak banyak yang berubah.
Habis dari Martabak Har, kami keliling-keliling. Biasa, mampir di Jembatan Ampera dan Benteng Kuto Besak. Juga menyusuri jalan-jalan kota, taman tepi jalan, dan lalu lalang kendaraan yang mulai sepi.

Pagi hari kami sudah siap-siap ke acara akad nikah. Kami jemput mereka ke Penginapan Demang dan menuju lokasi acara dengan mengikuti mobil rombongan keluarga. Ternyata, tempat akad nikahnya tidak jauh dari rumah dinas di Kenten.

Acara akad berlangsung dengan kidmat. Mas Rahmat berjas hitam dan mbaknya pakai kebaya brokat warna putih. Ini kali pertama saya lihat orang mengucap janji secara live. Ternyata tidak rumit. Acara pun lancar dan kami ikut makan.

Resepsinya langsung dilakukan hari itu juga, di lokasi yang berbeda. Seperti biasanya acara nikahan orang Palembang, selalu ada tari-tarian dan lagu-lagu Palembang. Kalau nikahan biasanya ada tari Tanggai dan lagu Ya Saman. Juga sering ada es. Hari itu ada es krim.

Habis dari nikahan, kami masih pakai batik langsung ke Plasa Benteng Kuto Besak. Dari sana, kami akan naik perahu ke Pulau Kemaro. Di benteng sudah menunggu Bang Godwin, teman sekantor Ernest dulu, yang pernah bertugas di Mataram dan sekarang tugas di Palembang. Ada juga Riya, teman satu kost Geri di kampus dulu yang juga teman sekelas saya di 3B Akuntansi di Jurang Mangu. Juga ada Diar dan adiknya. Diar itu anak Palembang yang sekampus sama Ernest di ITS. Juga ada bapak pengemudi perahu, beliau pasti punya teman dan keluarga.

Bang Godwin jago betul tawar-menawar tarif perahu dengan pengemudi perahu. Angkat topi dah.

Kami naik perahu, membelah sungai, lewat kolong Jembatan Ampera, dan menikmati derasnya angin. Bila ada perahu lain lewat, perahu kami bergoyang naik turun oleh sebab gelombang sungai. Itu menyenangkan, atau setidaknya, anggaplah begitu.

Tiba di Pulau Kemaro, kami tentu saja jalan-jalan, lihat-lihat pemandangan pulau. Di pulau kecil itu ada pagoda berwarna terang dan menjulang tinggi. Pulau itu cocok untuk piknik bersama keluarga.

Kami mengambil gambar dan pulang dengan perahu yang tadi.

huda stapala bimbang memilih

Si Huda bimbang memilih di antara empat hati. 😀

rombongan di depan jembatan Ampera

rombongan di depan jembatan Ampera

Malamnya, walau agak telat, kami jadi juga makan di RM Sri Melayu. Makan pindang, makanan khas Palembang. Sehabis dari situ, Bang Godwin mengajak kami ke warung kopi (apa ya namanya?) di dekat Kambang Iwak Kecik. Di sana, tentu saja kami minum kopi. Kopinya tinggal pilih dan sudah dibayar oleh yang ajak, seperti halnya ongkos perahu tadi yang juga gratis. Hehe.

****

Pagi hari Minggu, kami sarapan di Taman Kambang Iwak. Jauh-jauh ke Palembang, malah sarapan surabi bandung :hammer. Di minggu pagi, Kambang Iwak sangat ramai oleh orang-orang yang jogging dan komunitas-komunitas anak muda di Palembang.

817, 813, 810, dan 844

817, 813, 810, dan 844

Agak siang, kami ke Museum Sultan Mahmud Badaruddin II. Padahal sudah dua tahun di sini, tapi baru hari itu masuk museum :malu. Di sana, pengunjung bisa membaca kisah-kisah sejarah Kerajaan Sriwijaya dan Kesultanan Palembang di papan display, melihat diaroma, senjata tradisional, pakaian adat, maket rumah limas, dan tentu saja macam-macam songket. Sayang sekali, kami datang terlalu siang. Kami tidak sempat masuk di ruang singgasana sultan karena keburu ditutup. Sayang sekali.

Peta Keraton Kuto Gawang dan barikade kayu yang memotong sungai. Sekarang bangunan keraton sudah tidak ada dan berdiri pabrik Pusri di bekas lokasi.

Peta Keraton Kuto Gawang dan barikade kayu yang memotong sungai untuk menghalangi kapal-kapal penyerang. Sekarang bangunan keraton sudah tidak ada dan berdiri pabrik Pusri di bekas lokasi.

Diorama penyerbuan Belanda pada Keraton Kuto Gawang-Palembang

Diorama penyerbuan Belanda pada Keraton Kuto Gawang-Palembang. Peperangan dahsyat yang menyebabkan keraton luluh lantak.

Songket di Museum Mahmud Badaruddin II

Songket di Museum Mahmud Badaruddin II

Miniatur Rumah Limas, rumah adat Palembang

Miniatur Rumah Limas, rumah adat Palembang

Mata uang yang digunakan di masa lalu di Palembang

Mata uang yang digunakan di masa lalu di Palembang

Sebelum menuju bandara, kami keliling sebentar, ke Stadion Jakabaring. Lihat wisma atlet yang terkenal itu, selayak kami ini anggota DPR yang meninjau proyek. Setelah pembangunan dan renovasi besar-besaran, kompleks Stadion Jakabaring bisa jadi sekeren itu. Banyak trek jogging, pohon-pohon, rumput, dan fasilitas olah raga yang macam-macam. Semoga pembangunannya lancar dan sukses menunjang pelaksanaan Sea Games nanti.

Kami tiba di bandara menjelang magrib dan duduk menunggu pesawat. Malam itu banyak sekali anak-anak kecil yang berlari-lari sana-sini. Lucu-lucu seperti boneka. Kami ingin sekali mengambil satu dan memeriksa punggungnya, jangan-jangan ada putaran pegas atau tempat baterai seperti di robot-robotan. Dan Si Geri senang sekali karena ketemu teman-temannya.

Palembang, 7 September 2011

“Buat Nest dan Geri, semoga membawa kesan yang baik dari kota ini. Sampai jumpa lain waktu. Salam diklat! :D”. (oh ya, foto-foto menyusul)